Senin, 07 April 2014

PENGORGANISASIAN MANUSIAWI


PENGORGANISASIAN MANUSIAWI

Oleh : Muhammad Saiful Islam
di kutip dari Praktek Pengorganisasian Di Simpul Belajar
(Ahc. Wazir Wicaksono dan Taryono Darusman)
di sadur dari : salman Ala

Konsep Pengorganisasian Humanistik

Pengorganisasian Manusiawi (Humanistik Organizing) sesungguhnya adalah sebuah pemikiran dan pola kerja yang telah ada dan berlangsung sejak berabad-abad yang lampau, yaitu serangkaian upaya membangun manusia untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera dan adil dari sebelumnya dengan mengacu pada harkat dan martabat kemanusiaan seutuhnya.
Pada harkat dan martabat kemanusiaan seutuhnya. Sebagai suatu rumusan konsep pemikiran dan pola kerja paling tidak sudah dikenal pada masa kehidupan Nabi Muhammad di tanah gurun pasir arab, cara-cara pengorganisasiannya diawali dengan secara diam-diam, dari rumah ke rumah. Sebelum beliau menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu melaksanakanya. Jadi, disamping bicara dengan lisan juga dilakukan dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari. Disampaikan dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus dan lemah lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami. 
Muhammad memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’. Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa. Muhammad selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan suka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas umat Islam yang sangat kuat. Muhammad tidak pernah memaksakan kehendak, memberikan pemahaman secara rasional. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing.

Pada abad keduapuluh konsep dari pemikiran dan pola kerja Pengorganisasian Manusiawi tersebut menjadi populer kembali, sebagai reaksi perbaikan terhadap gagasan dan praktek-praktek pembangunan atau “modernisasi” yang ternyata berujung pada terinjak-injaknya harkat kemanusiaan dan pengurasan secara dahsyat berbagai sumber daya alam untuk kepentingan sekelompok kecil manusia di bumi ini.
Saul Alinsky dan Paulo Freire adalah sebagian dari tokoh-tokoh yang mengangkat kembali, dan mempraktekkan pemikiran dan pola kerja pengorganisasian manusiawi seiring dengan konsep yang telah dirumuskan oleh Lao Tse, walaupun terjadi perubahan-perubahan (tepatnya : penyesuaian) di tingkat teknis karena latar belakang dan kondisi manusia maupun jaman yang berbeda.
Semangat yang mendasari pilihan atas paradigma Lao-Tse tersebut pada dasarnya adalah mengembalikan harkat dan martabat manusia seutuhnya dalam berbagai gagasan dan proses pembangunan. Untuk itu strategi dasarnya adalah dengan jalan :
1. Menempatkan masyarakat sebagai SUBYEK utama pembangunan, baik dalam proses maupun pencapaian hasil pembangunan.
2. Gagasan suatu pembangunan masyarakat harus mengacu pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri; serta
3. Pembangunan harus bertumpu pada potensi dan kemampuan masyarakat. Jadi, pengorganisasian masyarakat bukan sekedar memobilisasi massa untuk suatu kepentingan, tetapi suatu proses pergaulan/pertemanan/persahabatan dengan suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menitik-beratkan pada inisiatif massa kritis untuk mengambil tindakan-tindakan secara sadar dalam mencapai perubahan yang lebih baik.

Prinsip-prinsip Pengorganisiran Manusiawi

Dalam menjalankan aktivitas pengorganisasian, prinsip yang harus dipegang dan dijadikan pedoman dalam berpikir dan berbuat bagi seorang pengorganisasi adalah :
  1. Membangun pertemanan/persahabatan dengan komunitas atau masyarakat.
  2. Bersedia belajar dari kehidupan komunitas bersangkutan.
  3. Membangun komunitas atau masyarakat dengan berangkat dari apa yang ada atau dimiliki oleh komunitas tersebut
  4. Tidak berpretensi untuk menjadi pemimpin dan “ketua” dari komunitas tersebut.
  5. Mempercayai bahwa komunitas memiliki potensi dan kemampuan untuk membangun dirinya sendiri hingga tuntas.

Prinsip tersebut dirumuskan dari satu cuplikan ajaran Lao Tse (700 sm) yang lebih kurang berbunyi sebagai berikut :
“Datanglah kepada mereka, hiduplah bersama mereka, belajarlah dari mereka, cintailah mereka, mulailah dari apa yang mereka tahu; bangunlah dari apa yang mereka punya; tetapi pendamping yang baik adalah, ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan, maka mereka berkata, “Kami sendirilah yang mengerjakannya”.

Kemudian, Paulo Freire menunjukkan model pengorganisasian manusia tradisional (pedesaan dan indegenouspeople) yang agraris. Salah satu ciri hidup manusia tradisional adalah lebih mementingkan keharmonisan hubungan dengan alam. Sehingga wajar apabila mereka menjadi terdidik dan terlatih untuk bisa berpikir positif terhadap berbagai fenomena dan pengalaman hidup, dan secara sosial punya kecenderungan kuat untuk tunduk dan patuh kepada orang atau pihak yang mereka anggap berlebih termasuk kepada penguasa. Karena hormatnya terhadap penguasa, mereka menjadi kurang peka terhadap gejala-gejala kehidupan di luar yang sangat dinamis dan tidak jarang disertai dengan kelicikan-kelicikan. Sehingga seringkali mereka menjadi obyek penyalahgunaan kekuasaan tanpa mereka sadari kerugiannya. Terhadap manusia tradisional ini Freire menekankan pentingnya pendekatan budaya dalam upaya membangun kehidupan yang lebih baik melalui kegiatan pendidikan yang dialogis dengan konsep humanistik, yang bertujuan membangun pemahaman baru namun masih dalam konteks setempat. Sehingga kelak bisa dihasilkan isi dan bentuk ekspresi budaya baru sebagai instrumen penting dalam mencapai kemajuan hidup.

Organisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan.
(Marco).
Pengalaman sejarah perjuangan nasional merupakan contoh kongkrit yang memperlihatkan bahwa keinginan terbebas dari belenggu penjajahan menjadi sebab dasar rakyat pada saat itu untuk bertindak. Namun perubahan yang hendak dicapai sangatlah tidak mungkin terwujud ketika massa rakyat dibiarkan bodoh, dan perjuangan pembebasan tersebut tidak akan efektif ketika tidak ditunjang dengan alat perjuangan yang efektif dalam hal ini adalah organisasi. Salah satu ciri karakteristik dari organisasi pergerakan nasional pada waktu itu adalah adanya usaha-usaha yang nyata dalam upaya membebaskan kesadaran rakyat yang masih terjebak dalam kesadaran semu, terbelenggu dalam penindasan kolonialisme serta feodalisme.
Upaya perbebasan ini dapat diamati dan dikategorisasi ke dalam program-program yang dijalankan dan ingin di capai oleh organisasi. Kategori program-program tersebut secara umum mencirikan program-program idiologi, politik dan organisasi. Dalam implementasinya antar satu program dengan program yang lain tidak dapat dipisahkan.

Program Idiologi Manusiawi adalah bagaimana menumbuhkan, membangkitkan dan mengembangkan kesadaran manusiawi.
Program Organisasi terkait bagaimana memperluas basis dan struktur perlawanan hal ini diyakini bahwa perubahan tidak akan terwujud dari sekelompok minoritas tetapi dari mayoritas rakyat yang terpimpin, terdidik dan terorganisir.
Program Politik terkait bagaimana perjuangan politik organisasi dalam memperjuangkan hak-hak manusiawi yang dilakukan (meliputi pembangunan jaringan, aliansi, dan front baik ditingkatan local, nasional maupun internasional).


Saran
Ada beberapa saran yang mungkin dapat berguna bagi para aktivis yang mulai bergairah untuk melakukan pengorganisiran manusiawi, yaitu :
1.      Jujur dan bisa menetapi janji,
2.      Menjaga sopan santun,
3.      Selalu kreatif,
4.      Gigih dan ulet,
5.      Bersikap Luwes,
6.      Memiliki rasa humor yang tinggi,
7.      Memulai pekerjaan dan aksi dari yang kecil-kecil terdahulu,
8.      Mempunyai target yang jelas kepada siapa pengorganisiran akan dilakukan,  
9.      Membentuk dan menyiapkan tim kecil lokal yang nantinya akan berfungsi sebagai pengorganisir lokal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar