PENGORGANISASIAN MANUSIAWI
Oleh : Muhammad Saiful Islam
di kutip dari Praktek
Pengorganisasian Di Simpul Belajar
(Ahc. Wazir Wicaksono dan Taryono
Darusman)
di sadur dari : salman Ala
Konsep Pengorganisasian Humanistik
Pengorganisasian Manusiawi (Humanistik Organizing)
sesungguhnya adalah sebuah pemikiran dan pola kerja yang telah ada dan
berlangsung sejak berabad-abad yang lampau, yaitu serangkaian upaya membangun manusia
untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera dan adil dari
sebelumnya dengan mengacu pada harkat dan martabat kemanusiaan seutuhnya.
Pada harkat dan martabat kemanusiaan seutuhnya. Sebagai
suatu rumusan konsep pemikiran dan pola kerja paling tidak sudah dikenal pada
masa kehidupan Nabi Muhammad di tanah gurun pasir arab, cara-cara
pengorganisasiannya diawali dengan secara diam-diam, dari rumah ke rumah.
Sebelum beliau menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu
melaksanakanya. Jadi, disamping bicara dengan lisan juga dilakukan dengan
perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari. Disampaikan
dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus dan lemah
lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
Muhammad memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal
ini tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’.
Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa. Muhammad selalu
bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan suka maupun duka, dengan
demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas umat Islam yang sangat
kuat. Muhammad tidak pernah memaksakan kehendak, memberikan pemahaman secara
rasional. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing.
Pada abad keduapuluh konsep dari pemikiran dan pola kerja
Pengorganisasian Manusiawi tersebut menjadi populer kembali, sebagai reaksi perbaikan
terhadap gagasan dan praktek-praktek pembangunan atau “modernisasi” yang
ternyata berujung pada terinjak-injaknya harkat kemanusiaan dan pengurasan
secara dahsyat berbagai sumber daya alam untuk kepentingan sekelompok kecil
manusia di bumi ini.
Saul Alinsky dan Paulo Freire adalah sebagian dari
tokoh-tokoh yang mengangkat kembali, dan mempraktekkan pemikiran dan pola kerja
pengorganisasian manusiawi seiring dengan konsep yang telah dirumuskan oleh Lao
Tse, walaupun terjadi perubahan-perubahan (tepatnya : penyesuaian) di tingkat
teknis karena latar belakang dan kondisi manusia maupun jaman yang berbeda.
Semangat yang mendasari pilihan atas paradigma Lao-Tse
tersebut pada dasarnya adalah mengembalikan harkat dan martabat manusia
seutuhnya dalam berbagai gagasan dan proses pembangunan. Untuk itu strategi
dasarnya adalah dengan jalan :
1.
Menempatkan masyarakat sebagai SUBYEK utama pembangunan, baik dalam proses
maupun pencapaian hasil pembangunan.
2.
Gagasan suatu pembangunan masyarakat harus mengacu pada kepentingan dan
kebutuhan masyarakat itu sendiri; serta
3.
Pembangunan harus bertumpu pada potensi dan kemampuan masyarakat. Jadi,
pengorganisasian masyarakat bukan sekedar memobilisasi massa untuk suatu
kepentingan, tetapi suatu proses pergaulan/pertemanan/persahabatan dengan suatu
komunitas atau masyarakat yang lebih menitik-beratkan pada inisiatif massa kritis
untuk mengambil tindakan-tindakan secara sadar dalam mencapai perubahan yang
lebih baik.
Prinsip-prinsip Pengorganisiran
Manusiawi
Dalam
menjalankan aktivitas pengorganisasian, prinsip yang harus dipegang dan
dijadikan pedoman dalam berpikir dan berbuat bagi seorang pengorganisasi adalah
:
- Membangun pertemanan/persahabatan dengan komunitas atau masyarakat.
- Bersedia belajar dari kehidupan komunitas bersangkutan.
- Membangun komunitas atau masyarakat dengan berangkat dari apa yang ada atau dimiliki oleh komunitas tersebut
- Tidak berpretensi untuk menjadi pemimpin dan “ketua” dari komunitas tersebut.
- Mempercayai bahwa komunitas memiliki potensi dan kemampuan untuk membangun dirinya sendiri hingga tuntas.
Prinsip
tersebut dirumuskan dari satu cuplikan ajaran Lao Tse (700 sm) yang lebih
kurang berbunyi sebagai berikut :
“Datanglah
kepada mereka, hiduplah bersama mereka, belajarlah dari mereka, cintailah
mereka, mulailah dari apa yang mereka tahu; bangunlah dari apa yang mereka
punya; tetapi pendamping yang baik adalah, ketika pekerjaan selesai dan tugas
dirampungkan, maka mereka berkata, “Kami sendirilah yang mengerjakannya”.
Kemudian,
Paulo Freire menunjukkan model pengorganisasian manusia tradisional (pedesaan
dan indegenouspeople) yang agraris. Salah satu ciri hidup manusia
tradisional adalah lebih mementingkan keharmonisan hubungan dengan alam.
Sehingga wajar apabila mereka menjadi terdidik dan terlatih untuk bisa berpikir
positif terhadap berbagai fenomena dan pengalaman hidup, dan secara sosial punya
kecenderungan kuat untuk tunduk dan patuh kepada orang atau pihak yang mereka
anggap berlebih termasuk kepada penguasa. Karena hormatnya terhadap penguasa,
mereka menjadi kurang peka terhadap gejala-gejala kehidupan di luar yang sangat
dinamis dan tidak jarang disertai dengan kelicikan-kelicikan. Sehingga
seringkali mereka menjadi obyek penyalahgunaan kekuasaan tanpa mereka sadari
kerugiannya. Terhadap manusia tradisional ini Freire menekankan
pentingnya pendekatan budaya dalam upaya membangun kehidupan yang lebih baik
melalui kegiatan pendidikan yang dialogis dengan konsep humanistik, yang
bertujuan membangun pemahaman baru namun masih dalam konteks setempat. Sehingga
kelak bisa dihasilkan isi dan bentuk ekspresi budaya baru sebagai instrumen
penting dalam mencapai kemajuan hidup.
Organisasi merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang di cita-citakan.
(Marco).
Pengalaman sejarah perjuangan nasional merupakan contoh
kongkrit yang memperlihatkan bahwa keinginan terbebas dari belenggu penjajahan
menjadi sebab dasar rakyat pada saat itu untuk bertindak. Namun perubahan yang
hendak dicapai sangatlah tidak mungkin terwujud ketika massa rakyat dibiarkan
bodoh, dan perjuangan pembebasan tersebut tidak akan efektif ketika tidak
ditunjang dengan alat perjuangan yang efektif dalam hal ini adalah organisasi.
Salah satu ciri karakteristik dari organisasi pergerakan nasional pada waktu
itu adalah adanya usaha-usaha yang nyata dalam upaya membebaskan kesadaran
rakyat yang masih terjebak dalam kesadaran semu, terbelenggu dalam penindasan
kolonialisme serta feodalisme.
Upaya perbebasan ini dapat diamati dan dikategorisasi ke
dalam program-program yang dijalankan dan ingin di capai oleh organisasi.
Kategori program-program tersebut secara umum mencirikan program-program idiologi,
politik dan organisasi. Dalam implementasinya antar satu program dengan program
yang lain tidak dapat dipisahkan.
Program
Idiologi Manusiawi adalah bagaimana menumbuhkan, membangkitkan dan
mengembangkan kesadaran manusiawi.
Program
Organisasi terkait bagaimana memperluas basis
dan struktur perlawanan hal ini diyakini bahwa perubahan tidak akan terwujud
dari sekelompok minoritas tetapi dari mayoritas rakyat yang terpimpin, terdidik
dan terorganisir.
Program
Politik terkait bagaimana perjuangan politik
organisasi dalam memperjuangkan hak-hak manusiawi yang dilakukan (meliputi
pembangunan jaringan, aliansi, dan front baik ditingkatan local, nasional
maupun internasional).
Saran
Ada beberapa saran yang mungkin dapat berguna bagi para
aktivis yang mulai bergairah untuk melakukan pengorganisiran manusiawi, yaitu :
1.
Jujur dan bisa menetapi janji,
2.
Menjaga sopan santun,
3.
Selalu kreatif,
4.
Gigih dan ulet,
5.
Bersikap Luwes,
6.
Memiliki rasa humor yang tinggi,
7.
Memulai pekerjaan dan aksi dari yang
kecil-kecil terdahulu,
8.
Mempunyai target yang jelas kepada
siapa pengorganisiran akan dilakukan,
9.
Membentuk dan menyiapkan tim kecil
lokal yang nantinya akan berfungsi sebagai pengorganisir lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar